Friday, July 29, 2016

Life After Merried

(In Bahasa)

Halo, semuanya...

Banyak ga sih dari kalian yang bertanya-tanya, bagaimana kehidupan kita setelah menikah? Banyak kerabat dan teman yang datang berkunjung ke rumah kami atau tidak sengaja bertemu di suatu acara bertanya, "Gimana rasanya uda jadi nyonya?" atau, "Sekarang sudah jadi Ibu-Ibu betulan ya", kira-kira seperti itulah pertanyaannya.

Rings on

Jujur saja, sampai detik ini saya dan suami masih belajar dalam berumah tangga. Tapi, jika ditanya apa rasanya, yah I can say, it's awsome. Awsome di sini pengertiannya bukan hanya senang dan happy terus, ada kalanya kami mengalami suatu rintangan atau kendala. Namun, di situ lah letak awsome nya. Dimana kita punya partner dalam menghadapi itu semua, berdampingan bersama-sama untuk saling support, saling berbagi, sharing perasaan dan pengalaman.


Show on, babe


Kami tidak pernah tahu apa yang akan terjadi kedepannya, we just think positively dan percayakan sepenuhnya kepada Tuhan. Ada yang bilang semakin lama umur pernikahan hal-hal yang saya bilang awsome itu akan menguap, mudah-mudahan itu tidak terjadi pada kami. How to face it, how to handle it itu yang menjadi pengalaman dan pelajaran kami.

My husband regret for his pants... LOL

Mungkin ada dari sebagian kita yang takut akan namanya label 'pernikahan'. Saya juga dulu seperti itu, pemikiran bahwa jika sudah menikah 'kebebasan' untuk bergaul, memilih, berkerja, bermain, dan semua-nya akan sirna ketika status sudah menjadi 'istri orang'. Well, benar adanya sih, saya ga bohong, ketika menikah saya tidak sebebas seperti ketika saya sendiri. Karena otomatis pikiran kita akan mendahulukan pasangan, swear dech. Berutunglah saya punya pasangan yang sangat-sangat pengertian akan hal ini. Suami saya orang yang sangat sederhana dan punya pemikiran simple.



Pernikahan itu sesuatu yang rumit jika dijelaskan namun sederhana ketika dijalani dengan baik. Terkadang saya kepingin punya pemikiran sama seperti suami saya yang sederhana dan simple dalam menghadapi suatu permasalahan, tidak dibawa emosi dan enjoy melaluinya.

Satu hal yang tak bisa dipungkiri, pernikahan itu komitmen 2 orang menjadi 1, nanti mungkin akan ada sifat dan perilaku saya yang akan 'ke-Febry2an' dan akan ada Febry yang 'ke-saya2an'. *Note: Febry is my husband's name. Unik kan? Itulah awsomenya pernikahan. Kalau kalian masih belum siap menghadapi itu mendingan jangan menikah, bukan saya saranin untuk jomblo seumur hidup sih, tapi dibandingkan ada penyesalan seumur hidup? Bagi saya, menikah itu sekali dan selamanya sampai kematian memisahkan.



Jika ditanya persiapan apa sih yang dilakukan ketika menikah? Saya jawab ada 2 hal (based on my experience). Mental dan Keuangan. Mental bahwa kita sudah terikat komitmen untuk berjalan berdua dalam keadaan apapun dan tidak bisa lagi memutuskan segala sesuatunya sendirian, ga bisa egois, ga bisa keras kepala. Kemudian, pernikahan itu butuh uang sist, bohong banget kalau kamu bilang pernikahan itu cukup cinta. Banyak pernikahan itu goncang karena masalah uang, so persiapkan dech keuangan setelah menikah. Lifestyle dan gaya hidup harus disesuaikan dengan uang yang kita punya. Kami punya teman dan saudara yang banyak mengalami sindrome family financial decrease (istilah saya) karena gaya hidup mereka tidak diubah setelah menikah.



Saya akui, saya belum layak banyak bicara seperti ini. Pengalaman menikah masih setipis kertas, tapi mau bicara banyak... nope. Intinya bukan disitu, yang saya mau bagikan di sini ialah bagaimana saya dan suami menempuh kehidupan rumah tangga kami kepada orang-orang yang ingin tahu atau sekedar 'kepo' ataupun yang masih ragu untuk menikah. Sehingga, mereka ada gambaran 'sedikit' tentang pernikahan itu sendiri.

Oh, iya baca juga pengalaman kami ya disini seputar vendor pernikahan kami. Semoga berguna bagi capeng-capeng yang mencari referensi. Sekian dulu cerita kami, mungkin jika nanti ada hal menarik lagi, saya bisa lanjutkan posting tersendiri mengenai pernikahan.



Regards and Love,
F.
Share:

0 comments:

Post a Comment